adsense

Jumat, 17 Mei 2013

Khodam Ilmu Gaib, Mustika dan Pusaka

Ada beberapa pengertian di masyarakat mengenai istilah khodam mahluk halus, sebagiannya bersifat pengkultusan, sehingga mengaburkan pengertiannya, yang malah menjadikan orang senang bila mengetahui ada benda miliknya yang berpenghuni gaib (berkhodam), atau mendorong orang mengkoleksi bermacam-macam benda yang berpenghuni gaib karena mengharap ada tuahnya. Pada sebagian orang pengkultusan itu malah menjadikan rasa takut bila mengetahui ada sesuatu benda miliknya yang berpenghuni gaib.

Pengertian khodam dan mahluk halus dalam tulisan ini adalah berasal dari sudut pandang Penulis pribadi. Seandainya berbeda dengan pandangan orang-orang yang umum atau berbeda dengan pandangan dalam ajaran suatu agama, jika ada, haruslah dipahami bahwa ini adalah pandangan yang bersifat pribadi, tidak dimaksudkan untuk diperbandingkan atau dipertentangkan dengan pandangan-pandangan lain tersebut, jika memang ada perbedaan pandangan.


Pengertian Khodam dan Keberadaannya

Khodam adalah istilah untuk suatu mahluk halus yang bisa dimintai bantuannya oleh manusia. Jenis mahluk halusnya bisa dari jenis apa saja, bisa jin, kuntilanak, gondoruwo, dsb, bisa juga berasal dari khodam jimat atau pusaka, bisa menjadi khodam ilmu gaib atau khodam pendamping, atau pun dipanggil / dihadirkan untuk diperintah melakukan perbuatan gaib tertentu (khodam ilmu hadiran). 
Bedanya khodam dengan mahluk halus lain adalah, suatu mahluk halus disebut khodam bila mahluk halus tersebut bisa dimintai bantuannya oleh seseorang untuk melakukan suatu perbuatan gaib tertentu (di Jawa sering disebut sebagai prewangan), atau bisa diharapkan manfaat kegaibannya.
Dan sebuah benda disebut berkhodam jika mahluk halus yang berdiam di dalamnya bisa dimintai bantuannya (diperintah) untuk melakukan suatu perbuatan gaib tertentu atau bendanya memberikan tuah kegaiban tertentu bagi pemakainya. 
Tetapi, tidak semua mahluk halus mau dijadikan khodam, dan tidak semua benda berpenghuni gaib akan memberikan tuah kepada manusia.
Jadi jika suatu sosok mahluk halus tidak mau diperintah, maka sosok mahluk halus itu tidak bisa disebut khodam, hanya mahluk halus biasa saja sama dengan mahluk halus lainnya, atau jika suatu benda berpenghuni gaib tidak memberikan tuah apa-apa bagi pemiliknya, maka benda itu tidak bisa disebut benda berkhodam, hanya benda biasa saja yang berpenghuni gaib, dan tidak bisa menjadi jimat / pusaka bagi seseorang, karena tidak memberikan tuah apa-apa.
Singkatnya, istilah khodam diartikan sebagai sosok mahluk halus tertentu yang bisa dimintai bantuannya atau diharapkan kegaiban / tuahnya oleh manusia, atau yang menjadi sumber kekuatan gaib dari suatu benda jimat, pusaka atau ilmu gaib. Mereka bisa dari jenis mahluk halus apa saja.

Secara umum pengertian khodam adalah mahluk halus yang berasal dari benda-benda gaib bertuah, khodam ilmu atau khodam pendamping, dan sosok-sosok halus tertentu yang dengan sengaja dihadirkan (didatangkan) untuk keperluan ilmu gaib.
Secara umum :

Khodam Ilmu dan khodam pendamping, bisa mahluk halus jenis apa saja, umumnya bangsa jin.
Khodam jimat batu cincin, rajahan dan khodam isian / asma'an bisa dari jenis apa saja, umumnya bangsa jin.
Khodam keris jawa (keris tua buatan empu keris jaman dulu) dan benda-benda pusaka lain buatan empu keris jawa jaman dulu, umumnya khodamnya adalah mahluk halus sebangsa wahyu keris, yang komunitasnya tinggal di atas gunung Himalaya, dekat kediaman para dewa di Kahyangan.
Khodam Mustika (yang asli alam), umumnya bukan bangsa jin. Khodamnya adalah jenis tersendiri.
Mustika yang sejenis biasanya khodamnya juga dari jenis yang sama (tetapi wujudnya bisa berbeda-beda).
Mustika yang berbeda, khodamnya juga dari jenis yang berbeda.
Khodam dari berbagai mustika wesi kuning umumnya sejenis.
Khodam dari banyak mustika merah delima umumnya sejenis.
Tetapi khodam mustika wesi kuning berbeda jenis dengan khodam mustika merah delima.
Khodam mustika keong buntet, burung perkutut majapahit dan burung perkutut jawa berbulu putih biasanya adalah bangsa jin dari golongan putih.

Roh Leluhur sebagai Khodam

Manusia jaman dulu memiliki ikatan kekerabatan dan kekeluargaan yang tinggi, sehingga setelah mereka meninggal dan rohnya berada di alam roh, selain berkomunitas dengan roh-roh saudaranya yang lain, mereka juga memperhatikan kehidupan anak-cucu keturunan mereka. Ada kalanya mereka datang menjenguk seorang keturunannya, atau datang menjenguk dan mengobati keturunannya yang sedang sakit, atau mengirimkan khodam ilmu mereka dahulu untuk mendampingi seorang keturunannya. Selain itu ada juga seorang leluhur yang memberikan benda-benda gaib miliknya kepada seorang keturunannya, secara langsung ataupun melalui perantaraan orang lain.

Selain yang hanya mengawasi dari jauh dan yang sesekali datang menjenguk, ada juga sukma leluhur yang kemudian tinggal bersama salah satu keturunannya, bisa tinggal di rumahnya, bisa juga tampil mendampinginya sehari-hari (yang secara keilmuan gaib keberadaannya sering juga disebut sebagai khodam pendamping).



Khodam Pendamping

Seseorang yang memiliki khodam ilmu / pendamping dari golongan putih, biasanya khodamnya itu tidak akan menyulitkannya dalam proses kematiannya. Selain itu, khodam-khodam yang sudah cocok dan menyatu dengan orang tersebut, yang sudah terjalin rasa ikatan batin / pertemanan / persaudaraan, setelah orang tersebut meninggal dunia, khodamnya itu akan tinggal di makamnya, sehingga kemudian makamnya itu menjadi berkesan wingit, sedangkan khodam-khodam yang murni bersifat sebagai khodam ilmu akan pergi meninggalkannya, hidup sendiri-sendiri.
Khodam-khodam yang sudah terjalin rasa ikatan batin / pertemanan / persaudaraan tersebut di atas, suatu saat jika ada keturunan si manusia tersebut yang si khodam merasa cocok, maka khodam itu akan datang sendiri mengikut kepada manusia si keturunan tersebut. Biasanya manusia tersebut mempunyai karakter yang mirip dengan leluhurnya dulu yang memiliki khodam tersebut, sehingga si khodam merasa cocok.
Selain yang datang sendiri, kedatangan khodam leluhur tersebut bisa juga karena diperintahkan oleh si leluhur sendiri untuk mengikut kepada seorang keturunannya. Ini adalah bentuk perhatian si leluhur kepada keturunannya untuk menjaga dan melindunginya. Selain khodamnya itu, biasanya si leluhur itu sendiri kerap datang mengunjungi keturunannya tersebut, disadari ataupun tidak. Jika si manusia tersebut mampu melihat gaib dan/atau mampu berkomunikasi / berinteraksi dengan gaib, dia juga akan dapat belajar berbagai macam ilmu gaib, kepada khodamnya itu maupun kepada leluhurnya tersebut.
Selain yang merupakan khodam ilmu dan khodam dari leluhur, ada juga mahluk halus lain yang datang mengikut seseorang, seringkali tidak dengan sengaja didatangkan, tidak diundang dan tidak disadari keberadaannya. Seringkali khodam ini datang kepada seseorang yang tekun beribadah dan rajin berdoa / wirid. Biasanya seseorang yang tekun bersemadi, meditasi, membaca amalan gaib, zikir dan wirid, tubuhnya akan memancarkan energi tertentu dan pikirannya akan memancarkan gelombang tertentu. Pancaran energi dan gelombang pikiran inilah yang seringkali menjadi pengundang datangnya sesosok mahluk halus kepada seseorang, walaupun kedatangan mahluk halus itu tidak sengaja diundang.
Biasanya mahluk halus yang datang itu sifat-sifat karakternya sesuai dengan isi doa / amalan yang sering dibaca oleh orang tersebut. Misalnya jika doa / amalan yang diwiridnya adalah permohonan kerejekian / pengasihan, maka sosok halus yang datang kepadanya adalah yang berkarakter halus yang cocok untuk menunjang kerejekian, pengasihan, dsb. Sedangkan jika isi doa / amalannya adalah mengenai kekuatan / kesaktian (atau dalam banyak hal termasuk juga doa-doa keselamatan), maka sosok halus yang datang itu biasanya adalah yang berkarakter keras dan menonjolkan kekuatan / kesaktian (dalam beberapa kasus berefek negatif terhadap kerejekian).
Bila khodam leluhur dan mahluk halus tersebut di atas berfungsi untuk kesaktian, biasanya bentuk penyatuannya dengan si manusia adalah yang biasa disebut sebagai ketempatan mahluk halus, sedangkan yang kegunaannya untuk fungsi lain selain untuk kesaktian, maka bentuk penyatuannya adalah  pendampingan  (mendampingi). Secara umum, semua sosok-sosok halus tersebut disebut sebagai khodam pendamping.

      -  Ketempatan.
Ketempatan mahluk halus adalah kejadian adanya sosok mahluk halus yang mengikut kepada seseorang dengan cara bersemayam di dalam tubuhnya. Asal-usul mahluk halus tersebut bisa berasal dari khodam leluhur atau bisa juga mahluk halus lain yang datang sendiri kepadanya. Fenomena ini disebut ketempatan mahluk halus atau ketempatan khodam leluhur, karena keberadaan mahluk halus itu bukan hanya untuk mendampingi, tetapi juga menyatukan diri dengan si manusia dengan cara bersemayam di dalam tubuhnya, menjadikan tubuh manusia itu sebagai rumahnya yang baru.
Mahluk halus tersebut bersifat khodam kesaktian, posisinya di dalam tubuh. Khodamnya memposisikan dirinya sama dengan tubuh orangnya dan kekuatannya mengisi kekuatan tangan, kaki, dsb. Jadi kondisi khodam tersebut sudah menyatukan diri dengan si manusia, sehingga kalau si manusia berkelahi atau memukul orang, pukulannya akan berefek sama seperti orang yang berilmu kesaktian, bisa mematikan. Karena khodamnya sudah menyatu, maka jika si manusia belajar ilmu bela diri, maka kekuatannya akan menjadi berlipat-lipat jika khodamnya itu menunjukkan kekuatannya, atau jika membacakan suatu amalan ilmu gaib, maka amalan apapun yang dibaca oleh orang tersebut pasti manjur. Khodamnya itu juga akan membantunya dalam aktivitasnya sehari-hari.
Ketempatan mahluk halus biasanya tidak menjadi masalah sepanjang watak dan tujuan keberadaan mahluk tersebut baik. Biasanya orang yang ketempatan mahluk halus menjadi semacam "keberkahan", karena dengan keberadaan mahluk tersebut di dalam tubuhnya dapat menyebabkan orang tersebut menjadi sakti, kuat tubuhnya, atau mahluk tersebut berinteraksi dengan pikirannya, sehingga orang tersebut dapat memiliki kemampuan supranatural tertentu, seperti bisa meramal, bisa melihat gaib, atau bisa menyembuhkan orang sakit, dsb. Namun perlu juga si manusia berwaspada, jangan sampai yang datang kepadanya itu adalah mahluk halus yang berwatak jelek atau yang dari golongan hitam / abu-abu.
Biasanya keberadaan mahluk halus tersebut tidak menyebabkan si manusia sakit, karena sebelumnya  mahluk halus tersebut sudah menyelaraskan energinya dengan si manusia. Walaupun begitu, bila si manusia kondisi tubuhnya sensitif, atau secara kegaiban masih lemah, dapat juga merasa penat / pegal-pegal di tubuhnya atau penat di kepalanya, atau saat pertama mahluk halus tersebut menempati tubuhnya, orang tersebut mengalami sakit demam / panas, biasanya 3 hari.
Ketempatan mahluk halus yang berwatak jelek dapat menjadikan seseorang berubah perangainya, seperti menjadi mudah marah, suka menyerang atau menyakiti orang lain, suka memakan makanan yang aneh-aneh (termasuk kejadian pada orang-orang yang kemudian menjadi suka memakan atau merokok tembakau, meminum minyak tanah dan bensin, memakan ayam mentah, memakan tanah dan batu, dsb).
Ketempatan mahluk halus yang berbeda sifat dapat menyebabkan seorang laki-laki berperilaku seperti perempuan (biasanya terjadi pada seorang laki-laki yang ketempatan jenis bangsa peri), atau seorang perempuan berperilaku seperti laki-laki, dsb. Tetapi kelainan perilaku ini tidak semuanya terjadi karena adanya mahluk halus di dalam tubuh manusia, bisa juga terjadi karena adanya kelainan genetik.
      -  Pendampingan.
Pendampingan oleh mahluk halus adalah kejadian adanya sesosok mahluk halus yang datang dan mengikut kepada seseorang dengan cara mendampingi (memposisikan diri di samping kanan, kiri, depan, atau di belakang tubuhnya, atau di atas kepalanya).
Asal-usul mahluk halus tersebut bisa berasal dari khodam leluhur, khodam ilmu gaib, atau mahluk halus lain yang seringkali tertarik datang dan mengikut kepada seseorang yang tekun bersamadi, membaca amalan gaib, wirid, atau zikir. Mahluk halusnya bisa dari jenis apa saja, kebanyakan bangsa jin.
Biasanya keberadaannya tidak ada interaksi langsung dengan pikiran / kesadaran si manusia, sehingga seringkali keberadaannya tidak disadari. Walaupun sehari-harinya tidak terasa, tetapi mungkin ada saat-saat tertentu si manusia merasa ada kekuatan lain yang bersamanya, atau ada kekuatan lain yang membantu kehidupannya.   
Biasanya keberadaan mahluk halus tersebut tidak menyebabkan si manusia sakit, karena sebelumnya mahluk halus tersebut sudah menyelaraskan energinya dengan si manusia. Walaupun begitu, bila manusia tersebut kondisi tubuhnya sensitif, atau secara kegaiban masih lemah, dapat juga merasa pegal-pegal di tubuhnya.
Biasanya keberadaannya berfungsi sebagai khodam ilmu, atau bersifat mendampingi, membantu keseharian si manusia, mewujudkan keinginan-keinginan dan doa-doa si manusia, sehingga keinginan-keinginannya menjadi terwujud.
     

Khodam Ilmu

Ilmu Khodam adalah ilmu gaib yang menggunakan jasa kegaiban suatu mahluk halus (bisa jin, kuntilanak, gondoruwo, arwah, dsb) sebagai khodam ilmu dalam pengamalan kegaiban ilmunya. Dilakukan dengan cara mengucapkan mantra atau amalan-amalan gaib tertentu atau dengan berkomunikasi langsung dengan mahluk gaibnya. Jadi yang membedakan ilmu khodam dengan ilmu-ilmu lain adalah pada penggunaan jasa mahluk gaib sebagai sumber kekuatan ilmunya (khodam ilmu / prewangan). 

Seseorang yang menguasai ilmu gaib berkhodam seringkali tidak mengetahui bahwa keilmuan gaibnya adalah menggunakan jasa mahluk halus / prewangan, karena sepengetahuannya ilmunya adalah ilmu gaib kebatinan. Seseorang yang menurunkan suatu ilmu khodam juga seringkali tidak menyatakan bahwa keilmuan gaibnya adalah menggunakan jasa suatu mahluk halus. Karena itu seseorang yang mempelajari atau diberi suatu ilmu gaib seringkali tidak menyadari adanya penggunaan jasa mahluk halus ini, karena hanya menjalankan saja amalannya, atau laku tirakat dan puasanya, sesuai syarat ilmunya.
Bagi mereka yang menguasai atau diberi ilmu-ilmu gaib, sudah umum bila mereka berkaitan dengan mahluk gaib, ada penyatuan secara langsung maupun tidak langsung, antara dirinya dengan gaibnya, disadari ataupun tidak. Mahluk gaib itu bisa mendampinginya sebagai khodam pendamping, atau didatangkan (dihadirkan) untuk diperintah melaksanakan tujuan dari ilmu gaibnya, seperti untuk keselamatan / perlindungan gaib, kekuatan / kesaktian, pelet, santet, guna-guna, pengasihan, penglaris dagangan, dsb. Jenis-jenis ilmu inilah yang biasa disebut sebagai ilmu khodam, yaitu yang menggunakan jasa gaib lain sebagai kekuatan ilmunya. Secara langsung ataupun tidak langsung, disadari ataupun tidak, orang itu menyatu dengan roh tersebut dan kekuatan ilmunya menjadi sebanding dengan penyatuannya dengan roh itu.
Tingkat kemanjuran ilmunya tergantung pada tingkat penyatuan seseorang dengan khodamnya dan kemampuan mengsugesti khodamnya.
Kekuatan ilmunya tergantung pada kekuatan kemampuan sugesti seseorang pada ilmunya dan kekuatan gaib khodamnya itu sendiri.

Khodam Ilmu adalah suatu sosok mahluk halus, bisa dari jenis apa saja, yang tujuan keberadaannya khusus untuk melaksanakan ilmu gaib seseorang. Sosok mahluk halus itu bisa mendampingi si manusia (menjadi khodam pendamping), ada juga yang dipanggil / dihadirkan (ilmu hadiran) untuk diperintah melaksanakan perbuatan gaib tertentu.
Khodam pendamping adalah khodam dari suatu ilmu gaib atau sosok mahluk halus lain yang datang kepada seseorang dan menyertainya / mendampinginya sehari-hari  (mendampingi dan seringkali juga membantunya sehari-hari, sehingga keinginan-keinginan atau doa-doanya dan perkataannya menjadi terwujud).
Selain yang merupakan khodam ilmu dan khodam dari leluhur, khodam pendamping yang datang kepada seseorang seringkali tidak dengan sengaja didatangkan, tidak diundang dan tidak disadari keberadaannya. Seringkali khodam ini datang kepada seseorang yang tekun beribadah dan rajin berdoa / wirid atau membaca amalan gaib. Biasanya seseorang yang tekun bersemadi, meditasi, membaca amalan gaib, zikir dan wirid, tubuhnya akan memancarkan energi tertentu dan pikirannya akan memancarkan gelombang tertentu. Pancaran energi dan gelombang pikiran inilah yang seringkali mengundang datangnya mahluk halus kepada seseorang, walaupun kedatangannya itu tidak sengaja diundang.

Sosok halus yang menjadi pendamping manusia itu bisa dari jenis apa saja, bisa dari jenis bangsa jin, kuntilanak, gondoruwo, khodam jimat dan pusaka, atau mahluk halus lainnya. Karena itu orang-orang yang sadar bahwa ada sosok mahluk halus yang mendampinginya sebaiknya berwaspada, terutama pada perwatakan mahluk halusnya dan pengaruh negatif dari keberadaannya (misalnya mencari tahu dengan cara yang sama seperti menayuh keris). Jika jelas bahwa perwatakan sosok gaib pendampingnya itu tidak baik dan ada memberikan pengaruh negatif, maka sebaiknya segera melakukan Pembersihan gaib.

 Khodam Keris Jawa

Wahyu  (wahyu dewa)  adalah suatu golongan mahluk halus dari jenis tersendiri, yang memiliki tugas tertentu dalam kehidupan manusia, yang peranannya sangat terorganisir dan komandonya dipegang oleh para Dewa. Kepada siapa mereka akan ditugaskan, semua kewenangannya ada di tangan para Dewa. Tidak ada satu pun manusia atau mahluk halus yang dengan kemampuannya sendiri dapat meraih wahyu tersebut, kecuali atas perkenan para Dewa. Wujudnya berbentuk bola-bola cahaya. Secara fisik dimensinya sangat halus, sehingga jarang sekali ada manusia yang mampu melihat wujud aslinya dan mengetahui lokasi keberadaan tempat tinggalnya. Yang sering terlihat hanyalah aura energinya, biasanya berwarna putih kebiruan, kehijauan, atau kemerahan, ketika sebuah wahyu sedang turun kepada seseorang yang kewahyon. Setelah tugasnya selesai, mereka segera kembali ke tempat asalnya.

Khodam keris jawa adalah sejenis mahluk halus yang sifatnya mirip dengan gaib wahyu dewa. Sosok wujudnya bermacam-macam, sama seperti mahluk halus lain. Jenis ini juga berdimensi halus, tetapi lebih mudah dilihat daripada mahluk halus bangsa wahyu. Tetapi mereka tidak dikomando oleh para Dewa. Mereka lebih mandiri. Tetapi mereka juga menghormati para Dewa yang menjadi pengayom kehidupan manusia. Mereka mau turun untuk mengikut kepada seorang manusia  hanya  jika diminta oleh seorang spiritualis (empu) yang memiliki wahyu dewa dalam dirinya. Tuah / karisma wahyu dewa yang sudah ada di dalam diri seseorang akan menjadi berlipat-lipat ganda pengaruhnya setelah adanya perpaduan wahyu dewa tersebut dengan wahyu keris yang dimilikinya.

Setelah tugasnya selesai, wahyu keris tidak segera kembali ke asalnya, tetapi memilih tetap tinggal di dalam keris yang telah menjadi rumahnya yang baru. Tetapi banyak keris-keris yang dahulu terkenal sakti, kini telah menghilang dari kehidupan manusia. Mereka telah moksa, masuk ke alam gaib bersama dengan fisik kerisnya, karena tidak mau jatuh kepada orang-orang yang mereka tidak berkenan. Yang masih tinggal hanyalah keris- keris tiruan / turunannya saja.

Mahluk gaib wahyu dewa dan wahyu keris berkomunitas dan bertempat tinggal di udara di atas gunung Himalaya, dekat dengan tempat tinggal para Dewa di Kahyangan.
 

Status kesri dan kelas kesris bukan hanya di dunia manusia, di dunia gaib keris juga ada aturan hirarki status dan kelas gaib keris, yang aturannya sama dengan status dan kelas wahyu dewa yang diturunkan kepada manusia, karena filosofi dasar diturunkannya wahyu gaib keris adalah untuk dipasangkan dengan wahyu dewa yang diturunkan kepada manusia, sehingga hirarki status dan kelas gaib keris dan wahyu dewa itu sejalan.

Sesuai hierarki status dan kelas gaib keris di dunia gaib perkerisan, bila seseorang memiliki beberapa buah keris, maka urutan gaib keris yang menonjol dalam menunjukkan bentuk penyatuannya adalah sbb :

  1. Keris-keris ber-luk 5, keris pulanggeni, singa barong dan keris-keris keningratan lain, yang dalam pembuatannya ditujukan untuk dimiliki oleh seorang raja atau orang-orang yang memiliki status keningratan karena status keluarga / keturunan seorang raja / bangsawan.
  2. Keris-keris bertuah kekuasaan dan wibawa.
  3. Keris-keris bertuah kewibawaan.
  4. Keris-keris bertuah kesaktian.
  5. Keris-keris bertuah kesepuhan.
  6. Keris-keris bertuah kerejekian.
  7. Keris-keris bertuah pengasihan.

Hierarki status dan kelas gaib keris adalah hierarki dan tata krama di dunia mahluk halus gaib keris dan wahyu dewa. Hierarki itu tidak ditentukan oleh tingkat kesaktian masing-masing gaib keris, tetapi lebih ditentukan oleh hierarki status dan kelas gaib keris. Sama dengan di dunia manusia yang mana seorang rakyat atau punggawa harus menjunjung tinggi seorang raja atau bangsawan, di dunia mereka juga begitu. Sekalipun seorang rakyat / prajurit / senopati / panglima perang atau seorang panembahan kondisinya jauh lebih sakti daripada raja mereka, tetap saja mereka akan menundukkan diri di hadapan raja mereka. Begitu juga mereka di hadapan para bangsawan dan kaum ningrat.

Karena itu secara umum yang lebih menonjol menunjukkan penyatuannya dengan manusia adalah keris-keris yang berfungsi untuk penjagaan gaib, terutama didapatkan dari keris-keris untuk keningratan dan yang bertuah untuk kekuasaan dan/ atau wibawa.

Tetapi jika si pemilik keris bukan seorang keturunan raja atau ningrat, maka keris-keris yang bersifat keningratan tidak akan menunjukkan penyatuannya dengan si manusia dan posisinya akan digantikan oleh keris-keris yang lain sesuai hirarki status dan kelas gaib keris.

Karena itu jika seseorang memiliki beberapa buah keris yang fungsinya berbeda-beda dan ingin semua keris memberikan tuah secara bersama-sama dan terkoordinasi, maka harus ada upaya dari si manusia untuk menyatukan diri dan mengsugesti keris-kerisnya supaya bisa terjadi begitu. Jika seseorang mempunyai beberapa buah keris, sebenarnya masing-masing keris itu dapat memberikan tuahnya secara terkoordinasi sesuai jenis tuahnya masing-masing. Namun dalam pelaksanaannya tergantung juga pada tingkat penyatuan masing-masing keris dengan manusia pemiliknya.

Kalau kita ingin semua keris-keris itu memberikan tuahnya kepada kita secara terkoordinasi, maka kita harus mengsugestikannya kepada mereka semua bahwa kita menginginkan supaya mereka semua memberikan tuahnya kepada kita dan supaya tuahnya tidak saling berlawanan, misalnya tuah kewibawaan dan penjagaan gaib supaya tidak berlawanan dengan tuah kerejekian dan pengasihan. Caranya, keris-keris itu semua dikumpulkan di hadapan anda. Kemudian sampaikan kepada mereka keinginan di atas.

Secara alami tingkat penyatuan masing-masing keris dengan manusia pemiliknya itu selain tergantung pada tingkat penyatuan masing-masing pihak secara hati dan batin, juga tergantung pada kecocokan sifat fungsi keris dengan aktivitas keseharian pemiliknya, sehingga seorang pemilik keris yang kesehariannya bekerja sebagai seorang karyawan, mungkin hanya kerisnya yang berfungsi kerejekian-pengasihan saja yang menonjol dalam memberikan tuahnya, bukan yang bertuah kekuasaan dan wibawa.

Biasanya bila sebuah keris atau sejumlah keris merasa sudah cocok dengan manusia pemiliknya, maka khodam-khodam gaibnya, atau salah satu atau dua khodam gaib keris mewakili khodam-khodam keris yang lain, akan mendampingi dan menyertai si manusia di manapun dia berada, walaupun kerisnya ditinggal di rumah. Dengan demikian, bila diterawang, maka fisik keris itu akan tampak kosong tidak berpenghuni gaib, karena sosok gaibnya tidak berada di dalam keris, tetapi menyatu mendampingi si pemilik keris. Hanya sisa-sisa energi gaibnya saja yang ada pada keris tersebut. Seringkali kondisi ini salah ditafsirkan oleh para praktisi kebatinan atau praktisi perkerisan, yang menganggap keris itu tidak berguna, karena tidak menunjukkan kesan angker / wingit atau kosong tidak ada "isi"nya, walaupun ada tanda-tanda energi bahwa keris itu berpenghuni gaib.

Selain dalam bentuk pendampingan, bentuk menyatunya gaib keris dengan manusia pemiliknya ada juga yang diwujudkan dalam bentuk lain, yaitu si keris memberikan suatu aura energi yang melingkupi diri si pemilik keris. Dalam hal ini si gaib keris tetap berada di dalam kerisnya, tidak keluar mendampingi si manusia, tetapi dari tempat keberadaannya gaib keris itu memperhatikan si pemilik keris dimanapun dia berada. Energi / aura yang melingkupi diri si manusia pemilik keris adalah sebagai tanda bahwa manusia itu ada di bawah perlindungannya, supaya tidak ada mahluk halus lain yang mengganggu manusia itu, jika kerisnya berfungsi untuk penjagaan gaib, atau aura energi itu bersifat kewibawaan, pengasihan, dsb, sesuai fungsi kerisnya masing-masing.

Mengenai khodam keris jawa ini ada pengecualian untuk keris-keris kamardikan. Sebagian besar keris-keris kamardikan adalah keris-keris yang dibuat pada jaman sekarang untuk melestarikan seni perkerisan, dan bentuk-bentuk kerisnya disesuaikan dengan kreasi manusia pada jaman sekarang, tidak harus sama dengan keris-keris jaman dulu.

Sebagian besar keris-keris kamardikan dalam pembuatannya sudah disesuaikan dengan pertimbangan manusia jaman sekarang, yang dalam pembuatannya tidak lagi dilakukan dengan ritual-ritual yang serupa dengan cara empu-empu keris jaman dulu. Unsur gaib keris seringkali berbenturan dengan agama dan sikap berpikir manusia jaman sekarang yang tidak mau lagi dikaitkan dengan yang bersifat gaib. Karena itu pada keris-keris kamardikan kita tidak bisa mengharapkan kegaiban yang sama seperti keris-keris tua jaman dulu. Seringkali malah keris-keris kamardikan tersebut kosong tidak berpenghuni gaib, karena dalam pembuatannya memang hanya ditujukan untuk melestarikan unsur seninya saja, bukan unsur gaib atau mistisnya. Dan cara pemeliharaan keris kamardikan pun tidak sama lagi dengan pemeliharaan keris-keris jawa tua.

Karena itu keris-keris kamardikan tidak dapat digolongkan atau disamakan sebagai keris jawa tua. Seandainya sebuah keris kamardikan ada berpenghuni gaib, maka isi gaibnya itu bisa dari jenis apa saja, dan perlakuan penggolongannya secara kegaiban disamakan dengan benda-benda gaib lain selain keris jawa.

 Khodam dari Benda-Benda Gaib Selain Keris Jawa

Khodam jimat batu cincin, jimat rajahan, khodam jimat isian / asma'an dan khodam keris kamardikan bisa dari jenis apa saja.
Khodam Mustika (yang asli alam), umumnya bukan bangsa jin. Khodamnya adalah jenis tersendiri.
Mustika yang sejenis biasanya khodamnya juga dari jenis yang sama (tetapi wujudnya bisa berbeda-beda).
Mustika yang berbeda, khodamnya juga dari jenis yang berbeda.
Khodam dari berbagai mustika wesi kuning umumnya sejenis.
Khodam dari banyak mustika merah delima umumnya sejenis.
Tetapi khodam mustika wesi kuning berbeda jenis dengan khodam mustika merah delima.
Khodam mustika keong buntet, burung perkutut majapahit dan burung perkutut jawa berbulu putih biasanya adalah bangsa jin dari golongan putih.


Khodam jimat batu cincin, jimat rajahan, khodam jimat isian / asma'an dan khodam keris kamardikan bisa dari jenis apa saja, bisa dari jenis bangsa jin, kuntilanak, gondoruwo, atau pun jenis mahluk halus lainnya. Karena itu orang-orang yang memiliki benda-benda gaib tersebut sebaiknya berwaspada, terutama pada perwatakan mahluk halusnya dan pengaruh negatif dari keberadaannya (misalnya mencari tahu dengan cara yang sama seperti menayuh keris). Jika jelas bahwa perwatakan sosok gaib benda itu tidak baik dan ada memberikan pengaruh negatif, maka sebaiknya segera melakukan Pembersihan Gaib,

Dalam memberikan tuahnya kepada manusia sosok gaib dari benda-benda gaib tersebut ada yang tampak mendampingi manusia, ada yang tetap berdiam di dalam benda gaibnya masing-masing.

Khodam dari benda-benda gaib selain keris jawa biasanya lebih pasif interaksinya kepada manusia, tidak memberikan manfaat lain yang lebih daripada fungsi tuahnya, tidak memberikan tuah lain sebagai pendamping manusia, seperti memberikan ide / ilham dan wangsit atau peringatan lewat mimpi.

Jika sosok gaib benda tersebut tampak mendampingi si manusia, maka benda tersebut biasanya akan tetap terasakan tuahnya walaupun bendanya ditinggal di rumah. Tetapi jika sosok gaibnya tetap berdiam di dalam benda gaibnya, biasanya benda tersebut akan dapat dinikmati tuahnya hanya jika benda itu dipakai / dibawa serta oleh manusia pemiliknya. Jika benda itu ditinggal di rumah, maka benda tersebut tidak akan terasakan tuahnya. Karena itu benda-benda jimat yang dimiliki sebaiknya selalu dipakai / dibawa untuk memastikan bahwa tuahnya akan selalu dapat dinikmati.

Disarikan dari :

https://sites.google.com/site/thomchrists/


Syeh Siti Jenar, Demak dan Majapahit

Raden Patah adalah cucu dari raja terakhir Majapahit, Prabu Brawijaya. Atas bujukan para Wali, Raden Patah membentuk kerajaan sendiri, kerajaan Demak, memisahkan diri dari kerajaan Majapahit. Dilakukan secara diam-diam dan perlahan-lahan dengan menundukkan kadipaten / kabupaten di sekitarnya yang lebih lemah dan menyebarkan pengaruh kekuasaan para Wali dalam agama Islam. Sekalipun mengetahui gelagat perilaku cucunya itu, tetapi Prabu Brawijaya tidak mau memerangi Raden Patah cucunya, sekalipun sudah mbalelo, membangun kekuatan dan kekuasaan sendiri di dalam wilayah kekuasaan Majapahit.

Sekalipun kerajaan Majapahit sudah dalam kondisi rapuh karena banyak perselisihan dan perebutan kekuasaan, tetap saja kekuatan tentara Majapahit masih terlalu kuat untuk dilawan oleh sebuah kerajaan kecil baru seperti Demak. Karena itu, dengan dukungan para Wali, Raden Patah berusaha menundukkan Prabu Brawijaya tidak dengan kekuatan tentara, tetapi dengan pendekatan agama, memaksakan agama Islam kepadanya. Sampai akhirnya, karena tidak mau memerangi cucunya sendiri, Prabu Brawijaya memilih menyingkir, lengser dari keprabuannya, keluar dari istana untuk mandito. Maka berakhirlah jaman kerajaan Majapahit.

Namun sekalipun Prabu Brawijaya sudah lengser dari tahtanya, sudah keluar dari istana untuk mandito, sudah menyerahkan kekuasaan, dan sudah memeluk agama Islam sesuai kemauan Raden Patah, tetapi karena hasutan para Wali, Raden Patah terus mengejar Prabu Brawijaya. Yang diinginkannya adalah penyerahan total Prabu Brawijaya beserta para bawahan dan pengikutnya.

Prabu Brawijaya mengerti maksud dari Raden Patah, yaitu supaya semua bawahannya pun menyerahkan diri dan tunduk setia kepada kerajaan Demak agar tidak menjadi bahaya bagi Demak dikemudian hari. Tetapi dia pun menyadari bahwa banyak bawahan dan pengikut yang setia kepadanya itu adalah juga keturunan Majapahit, yang juga memiliki hak yang sama atas tahta seperti Raden Patah. Karena itu demi berlaku adil, Prabu Brawijaya tidak mau memaksa para bawahan dan pengikutnya menyerahkan diri kepada Demak. Prabu Brawijaya tidak mengabulkan keinginan Raden Patah itu dengan alasan sudah melepaskan kekuasaan, dan tidak mempunyai kekuasaan lagi sebagai seorang raja untuk memaksa para bawahan dan pengikutnya untuk tunduk kepada Demak. Terserah kepada raja yang baru apakah mampu menundukkan mereka atau tidak.


Para Wali, selain Sunan Kalijaga, adalah pendatang dari kerajaan Persia (Irak). Syech Siti Jenar adalah seorang ulama besar kerajaan Persia, sedangkan para Wali yang lain adalah ulama biasa dari Iran, wilayah di bawah kerajaan Persia juga. Sekalipun mereka berasal dari wilayah kerajaan yang sama, tetapi mereka datang sendiri-sendiri dengan menumpang kapal dagang.

Syech Siti Jenar senang berkeliling negeri dan mencari tempat-tempat baru untuk mengajarkan agama Islam. Dan di setiap tempat yang didatanginya dia selalu berusaha beradaptasi dengan budaya setempat, sehingga ajaran-ajarannya selalu dapat diterima oleh masyarakat umum. Di beberapa tempat beliau mendirikan pesantren-pesantren kecil sebagai sarana belajar agama bagi masyarakat setempat. Beliau juga mendidik utusan-utusan sebagai perwakilan dari daerah-daerah yang menerima ajarannya untuk diperdalam pengetahuan agamanya di padepokan / pesantrennya, yang kemudian setelah dianggap cukup pengetahuan / ilmu keagamaannya, dikirimkan kembali ke daerah asalnya untuk mengajarkan agama kepada anggota masyarakat yang lain.

Beliau menolak untuk tinggal di satu tempat untuk waktu yang lama sekalipun banyak penguasa daerah yang menawari tempat sebagai padepokannya. Tetapi di Pengging beliau menerima tawaran Ki Ageng Pengging untuk mendirikan padepokan. Syech Siti Jenar mendirikan sebuah pesantren / padepokan di sebuah tempat yang disediakan oleh Ki Ageng Pengging (Ki Kebo Kenanga) yang menjadi penguasa Kadipaten Pengging. Padepokan itu menjadi tempat belajar agama Islam untuk para pengikutnya (santri), untuk rakyat umum dan juga untuk para pembesar dan keluarganya di mantan wilayah Majapahit.

Di tempat itu seringkali Ki Ageng Pengging dan Syech Siti Jenar saling bercakap bertukar pikiran. Mereka saling belajar satu sama lain. Ki Ageng Pengging belajar agama Islam kepada Syech Siti Jenar, sebaliknya Syech Siti Jenar belajar penghayatan kebatinan ketuhanan cara jawa kepada Ki Ageng Pengging. Masing-masing tidak menempatkan diri sebagai guru atau murid, tetapi saling menghormati dan masing-masing bersikap sebagai "orang tua" yang "menularkan" pengetahuan kepada yang lain.
Ki Ageng Pengging adalah salah satu tokoh kebatinan jawa, sekaligus juga tokoh dunia persilatan pada masa itu. Beliau adalah cucu raja terakhir Majapahit, Prabu Brawijaya. Ketika Prabu Brawijaya memilih lengser dari keprabuannya, Ki Ageng Pengging kembali ke daerah asalnya di Pengging, menjadi Kepala Kadipaten Pengging sebagai warisan dari ayahnya yang menjadi menantu Prabu Brawijaya.
Di tempat tinggalnya Ki Ageng Pengging mendirikan sebuah padepokan kebatinan / kerohanian sendiri. Para prajurit beserta keluarganya yang setia mengabdi kepadanya tinggal di sekitar rumah dan padepokan itu, membentuk sebuah desa baru di sekitar tempat tinggalnya. Selain selalu berlatih beladiri dan keprajuritan, mereka juga menekuni kebatinan kerohanian kepada Ki Ageng Pengging. Ki Ageng Pengging telah membentuk kadipatennya menjadi kadipaten yang kuat, yang didukung oleh abdi-abdinya yang linuwih dan keprajuritan yang kuat. Selain dihormati sebagai seorang keturunan raja Majapahit, Ki Ageng Pengging juga dihormati karena kesaktian kanuragannya yang tinggi dan seorang yang linuwih dan waskita, yang sulit dicari tandingannya pada jamannya.
Sebenarnya Syech Siti Jenar kurang mengerti tentang kebatinan kejawen. Syech Siti Jenar pada dasarnya adalah seorang ulama / pengajar agama Islam yang datang dari luar Jawa. Pengetahuan kejawen dipelajarinya dari Ki Ageng Pengging dan yang dipelajarinya adalah intisarinya saja, untuk menambah wawasan kebijaksanaannya tentang kejawaan dan menambah dalam kebatinan ketuhanannya. Ajaran kejawen itu pada dasarnya adalah ajaran penghayatan ketuhanan dari sudut pandang orang Jawa. Dan atas pemahamannya pada ajaran kejawaan itu Syech Siti Jenar menemukan banyak pencerahan mengenai agama Islam, mendapatkan sudut pandang lain tentang pemahaman ketuhanan yang tidak akan didapatkannya jika hanya mengikuti tata cara Islam seperti yang selama ini dijalaninya.
Kebatinan Jawa pada dasarnya adalah pemahaman dan penghayatan kepercayaan manusia Jawa terhadap Tuhan, yang kemudian diajarkan turun-temurun menjadi tradisi dan warisan budaya leluhur sejak jaman kerajaan purba, jauh sebelum hadirnya agama Hindu-Budha dan Islam di pulau Jawa. Penghayatan ketuhanan itu bukanlah agama. Agama bisa apa saja, tetapi masyarakat Jawa mempunyai penghayatan sendiri tentang Tuhan. Agama Hindu dan Budha yang lebih dulu masuk ke Jawa telah diterima dengan baik oleh masyarakat Jawa dan mewarnai sikap kebatinan Jawa, karena memiliki banyak kesamaan dengan spiritualisme Jawa.
Pemahaman yang dalam mengenai ketuhanan Islam setelah memahami penghayatan kebatinan ketuhanan Jawa telah memperkaya wawasan KeTuhanan Syech Siti Jenar dan menjadi bahan untuk mengajarkan agama Islam di pulau Jawa. Semua pengetahuan itu berguna dalam mengadaptasikan ajaran Islam kepada masyarakat jawa pada saat itu yang mayoritas adalah penganut kejawen, dan berguna untuk bertukar pikiran atau berdebat tentang ketuhanan dan agama, tetapi selain itu penghayatan kebatinan itu juga telah menambah tinggi kekuatan kebatinan dan kegaiban sukmanya.

Pada jaman dulu kesaktian memang adalah sesuatu yang penting, karena Syech Siti Jenar juga harus menundukkan orang-orang yang menantangnya, karena tidak mau begitu saja menerima agama Islam. Itulah juga sebabnya Syech Siti Jenar belajar kebatinan jawa kepada Ki Ageng Pengging, seorang tokoh panutan rakyat, keturunan raja, yang memiliki kesaktian sangat tinggi, tetapi juga sangat dalam pengertian kebatinan dan spiritualnya. Bahkan para perampok dan garong pun tunduk juga kepadanya.


Hingga suatu saat terjadi Syech Siti Jenar menegur para Wali yang lain, karena mereka tidak mau turun kepada masyarakat umum untuk mengajarkan agama, tetapi lebih suka tinggal di tempat-tempat kekuasaan dan kemewahan, lebih suka dekat dengan raja, bupati atau adipati, menikmati kekuasaan dan kemewahan, senang menggunakan cara-cara kekuasaan, senang memakai pakaian kebesaran dan hidup mewah. Syech Siti Jenar juga menegur karena mereka telah berlaku sesat, mengajarkan ilmu-ilmu gaib / khodam perilaku budaya ilmu sihir Arab ke tanah Jawa, padahal ilmu-ilmu dan ajaran seperti itu dilarang dan ingin dimusnahkan oleh Nabi mereka.

Teguran-teguran inilah awal yang menjadikan para Wali sakit hati dan memusuhi Syech Siti Jenar, sehingga mereka berusaha menjatuhkannya dengan berbagai cara.


Pada saat itu, para Wali yang ditegur oleh Syech Siti Jenar memang tinggal di pusat-pusat kekuasaan. Selain mudah dan enak untuk urusan pribadi, juga lebih mudah dalam upaya mewujudkan misi mereka membangun kekhalifahan Islam di pulau Jawa. Mereka memang lebih suka mengajarkan agama kepada para penguasa dan keluarganya dan kepada para keluarga bangsawan saja, sedangkan pengajaran agama kepada masyarakat umum hanya diserahkan kepada murid-muridnya.

Mereka membentuk suatu perhimpunan / ikatan para Wali yang disebut Dewan Wali. Misi mereka adalah membangun kekhalifahan Islam di pulau Jawa dengan membesarkan kerajaan Demak sebagai langkah awalnya. Keberadaan mereka efektif dapat menyetir jalan dan kebijaksanaan pemerintahan, baik kerajaan maupun kadipaten. Karena setelah para penguasa wilayah dan pejabat-pejabatnya memeluk agama Islam, maka semua kebijaksanaan dan keputusan para penguasa itu tidak boleh menyimpang dari aturan-aturan para Wali agama, supaya mereka tidak disebut murtad atau tidak beriman, sehingga para penguasa tersebut tidak lagi menjadi penguasa mutlak, karena segala sesuatunya harus sesuai dengan kebijaksanaan para Wali. Di dalam urusan pemerintahan sehari-hari justru kebijakan para Wali yang lebih menonjol daripada kebijakan penguasa wilayahnya.

Di dunia Arab memang sudah membudaya penggunaan ilmu gaib dan ilmu khodam, yang sebelum munculnya agama Islam sering disebut ilmu sihir, tenung, nujum, dsb.  Ilmu-ilmu tersebut dilarang oleh Nabi mereka. Walaupun kemudian ilmu-ilmu tersebut telah diperbarui dan dilakukan dengan cara-cara yang bernuansa agama Islam, tetap saja dilarang. Musyrik dan Syirik hukumnya menyombongkan diri atas segala kemampuan manusia dan menyekutukan diri dengan selain Allah.

Di Arab Saudi, negara kiblat agama Islam, keberadaan ilmu-ilmu gaib tersebut memang sudah tidak kelihatan lagi, karena merupakan perbuatan yang terlarang, tetapi di negara-negara Arab lain ilmu-ilmu tersebut masih berkembang dan masih banyak digunakan. Justru ilmu-ilmu itulah yang sering dijadikan alat untuk menarik pengikut, sehingga kemudian berkembang suatu pandangan (sampai sekarang), bahwa seorang ulama atau seorang tokoh pemuka agama akan terkenal dan dianggap mumpuni (berkaromah) jika orang itu menguasai keilmuan gaib atau kesaktian. Jika tidak, maka ulama itu akan dianggap biasa saja, tidak istimewa.


Selain yang tergabung di dalam Dewan Wali, masih ada banyak ahli-ahli dan penyebar agama Islam yang setingkat dengan Wali, tetapi karena posisi dan pengaruh mereka dianggap tidak cukup penting, mereka tidak dimasukkan ke dalam keanggotaan Dewan Wali. Syech Siti Jenar sendiri sebenarnya tidak termasuk di dalam keanggotaan Dewan Wali, karena beliau tidak mau terikat dengan perhimpunan para Wali. Tetapi di kalangan masyarakat umum Syech Siti Jenar sangat dihormati dan dianggap setingkat Wali, malah banyak yang mengganggap Syech Siti Jenar lebih daripada sekedar Wali, karena dianggap ilmunya lebih "tua" dibandingkan para Wali yang lain.

Sunan Kalijaga, sekalipun masih baru dalam agama Islam, dan juga belajar kepada para Wali, tetapi cepat mengerti dalam pelajaran agama Islam, giat menyebarkan agama Islam dan mempunyai pengaruh besar di masyarakat umum, sehingga dimasukkan ke dalam keanggotaan Dewan Wali, walaupun di dalam rapat untuk mengambil keputusan-keputusan penting, seperti memilih pejabat-pejabat kerajaan, kabupaten atau kadipaten, beliau seringkali tidak diikutsertakan.

Sunan Kalijaga sendiri tidak begitu mempedulikan urusan kekuasaan dan kemewahan, karena dia adalah mantan anak seorang bupati yang sudah cukup kenyang dengan kekuasaan dan kemewahan. Malahan sebelumnya beliau telah pergi meninggalkan kemewahan hidupnya dan berkelana, menjadi perampok yang merampok pejabat-pejabat kaya dan merampok uang hasil penarikan pajak dari rakyat yang akan disetorkan kepada penguasa wilayah, kerajaan, kadipaten atau kabupaten, dan membagikan kembali hasil rampokannya itu kepada rakyat miskin dan yang telah diperas / dipaksa membayar pajak.

Sunan Kalijaga lebih suka berkeliling, berada di tengah-tengah masyarakat, bukan hanya untuk mengajarkan agama, tetapi juga untuk mengayomi mereka. Walaupun ilmu agamanya sudah cukup dalam, tetapi dia juga masih menyimpan kearifan kepercayaan lama, yaitu kejawen, sehingga dia juga peka dalam urusan kebatinan dan bisa beradaptasi dengan masyarakat umum yang menganut kepercayaan lama yang beraneka ragam. Dia juga sejalan dengan Syech Siti Jenar dan belajar juga kepadanya cara-cara menyebarkan agama Islam, yaitu menyebarkan agama Islam dengan tidak menggunakan cara-cara kekuasaan, pemaksaan dan kekerasan, tetapi menggunakan cara-cara yang adaptif dengan sikap hati dan cara hidup masyarakat setempat, cara-cara yang disukai dan dihargai oleh masyarakat umum, sehingga ajaran-ajarannya mendapatkan sambutan yang baik dari semua kalangan di masyarakat.


Perseteruan utama yang terjadi sebenarnya adalah antara Syech Siti Jenar dengan Sunan Kudus di Demak, sedangkan para Wali yang lain hanya menjadi pendukung Sunan Kudus. Salah satu yang dilakukan para Wali untuk menjatuhkan Syech Siti Jenar adalah menuduhnya telah sesat dan mengajarkan kesesatan. Dalam hal ini Syech Siti Jenar sebagai seorang pemuka agama Islam dianggap telah mengajarkan ajaran yang bukan asli ajaran Islam, menyimpang dari ajaran Islam yang benar, dan dianggap sesat. Juga dengan ajarannya Manunggaling Kawula Lan Gusti,  Syech Siti Jenar dituduh telah sesat, menyamakan dirinya dengan Allah dan mengaku dirinya Allah.

Syech Siti Jenar juga dituduh telah menyesatkan orang banyak dengan mengajarkan bahwa untuk beribadah kepada Allah tidak harus dengan sholat. Dengan demikian sama saja Syech Siti Jenar meniadakan kewajiban sholat. Ajaran Syech Siti Jenar juga mengatakan bahwa kehidupan di dunia adalah kematian / neraka, dan kehidupan sejati, kehidupan yang sebenarnya, yaitu 'surga', adalah kehidupan sesudah kematian, sehingga banyak pengikutnya yang tidak mengerti dengan benar, kemudian banyak yang berusaha bunuh diri untuk dapat segera mengalami surga hidup sesudah kematian.

Berbagai tuduhan itu juga diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang diutus para Wali kepada Syech Siti Jenar. Pada saat mereka datang ke padepokan / pesantren Syech Siti Jenar dijawab: "Syech Siti Jenar tidak ada. Yang ada adalah Allah". Dengan demikian dalam pengertian mereka, Syech Siti Jenar menyamakan dirinya dengan Allah.

Memang banyak ajaran dan perkataan Syech Siti Jenar yang terlalu "tinggi", sehingga banyak orang yang tidak dapat mengerti ajarannya dengan benar. Padahal maksudnya tidak begitu.  Misalnya, orang yang datang ke padepokannya, tentulah bukan datang untuk menemui manusia Syech Siti Jenar, tetapi untuk belajar agama Allah, datang untuk mencari Allah. Sehingga yang ada di padepokannya bukanlah sekumpulan manusia biasa, tetapi kumpulan manusia-manusia yang bersatu di dalam Allah. Jadi kalau orang datang ke pesantren / padepokannya, bukanlah mencari manusia Syech Siti Jenar, tetapi mencari Allah.

Syech Siti Jenar juga tidak bermaksud meniadakan hukum sholat, karena sholat tetap diajarkan kepada murid-muridnya. Tetapi kepada mereka yang sudah senior dan sudah cukup "dalam" pelajaran agamanya juga diajarkan manekung-manembah, Manunggaling Kawula Lan Gusti, yang menekankan kesatuan hati dan batin dalam menyembah Allah, sehingga ibadah tidak hanya dilakukan secara fisik formal, tetapi juga secara hati dan batin, dan ada saat-saat tertentu mereka secara khusus mendekatkan diri kepada Allah, bersamadi, berzikir atau wirid.

Bahkan dapat ditunjukkannya, di dalam kekuatan hati / batin dalam keyakinan kepercayaan kepada Allah, dengan hanya mengucap bismillah ..... dia menyembuhkan orang sakit, dsb. Dengan demikian dia menekankan bahwa dengan mengimani kesatuan batinnya dengan Allah, manusia dapat menghadirkan kuasa Allah dalam dirinya, manusia dapat melakukan mukjizat, tanpa harus sebelumnya membaca / mengucapkan amalan gaib / sihir, termasuk amalan-amalan gaib yang direkayasa bernuansa agama. Dalam kondisi demikian kuasa Allah hadir di dalam dirinya ketika dia mengimani dirinya menyatu dengan Allah, bukan berarti dia menyamakan dirinya dengan Allah. Ajaran Manunggal atau menyatu dengan Allah tidaklah sama dengan mengaku diri sebagai Allah atau menyamakan diri dengan Allah.

Memang banyak ajaran Syech Siti Jenar yang  terlalu 'tinggi',  karena ajarannya bukan hanya sebatas syariat dan tata ibadah seperti yang diajarkan oleh para wali yang lain. Selain itu banyak juga ajaran-ajarannya yang disampaikan dengan menggunakan bahasa perlambang kebatinan jawa sesuai budaya saat itu, yang orang tidak akan mengerti jika memahaminya secara dangkal atau hanya memahami yang tersurat saja tanpa memiliki kebijaksanaan untuk memahami yang tersirat, sehingga bukan hanya orang awam, bahkan orang-orang ahli agama seperti para Wali sekalipun juga tidak dapat mengerti ajarannya dengan benar. Tetapi jika mereka memiliki pengetahuan agama dan kearifan yang dalam dan hikmat kebijaksanaan di dalam diri mereka, dan tidak berpikir negatif atau bertendensi / berniat buruk, seharusnya mereka mengerti. 

Sunan Kalijaga, sekalipun adalah yang paling muda di antara para Wali dan adalah juga murid mereka, tetapi memiliki kebijaksanaan dan pengertian kebatinan yang dalam dan dapat mengerti kebenaran ajaran Syech Siti Jenar. Dia juga diam-diam belajar kepadanya dan mengikuti cara-cara yang digunakan oleh Syech Siti Jenar dalam menyebarkan agama Islam, cara-cara yang sederhana tapi merakyat, tidak seperti para Wali lainnya yang melakukannya dengan jalan kekuasaan. Tetapi setiap kali dia datang ke padepokan Syech Siti Jenar, selalu dibuntuti oleh Sunan yang lain, karena para Wali khawatir Sunan Kalijaga akan dapat dipengaruhi dan berpihak kepada Syech Siti Jenar.


Sebenarnya kekhawatiran para Wali bukanlah hanya sebatas masalah pribadi ataupun pengaruh ajaran Syech Siti Jenar dan perkembangannya yang pesat, tetapi juga karena banyak murid dan pengikut Syech Siti Jenar itu merupakan keturunan / trah kerajaan Majapahit yang juga mempunyai hak atas tahta yang sama seperti Raden Patah sang raja Demak. Para murid dan pengikut Syech Siti Jenar itu banyak yang menjadi penguasa wilayah kadipaten dan kabupaten dan tidak berada di bawah kekuasaan kerajaan Demak. Mereka berkesaktian tinggi dan memiliki banyak prajurit, yang dapat menjadi bahaya bagi kerajaan Demak di kemudian hari.

Syech Siti Jenar dapat menjadi masalah besar bagi kerajaan Demak dikemudian hari, tetapi untuk menyerang Syech Siti Jenar secara langsung adalah sangat tidak mungkin. Kegaiban Syech Siti Jenar terlalu tinggi. Seandainya pun para Wali bersama-sama datang menyerang Syech Siti Jenar,  jangankan untuk menangkap, menyentuhnya pun tidak akan dapat. Satu-satunya jalan hanyalah dengan menjatuhkannya secara agama dan mendatangkan bantuan dari kerajaan Demak.

Begitu juga dengan para pengikut Syech Siti Jenar. Banyak di antara mereka adalah adipati atau bupati, kepala kadipaten / kabupaten yang berkesaktian sangat tinggi dan juga memiliki banyak tentara didikan kerajaan Majapahit.  Kadipaten Pengging saja mampu dengan mudah melenyapkan kerajaan Demak, jika mereka menghendaki, sedangkan di bekas-bekas wilayah Majapahit yang lain ada banyak kadipaten yang setingkat dengan Pengging. Walaupun Demak didukung oleh para Wali sekalipun, dengan mudah mereka dapat melenyapkan kerajaan Demak, jika mereka menghendaki. Mereka sudah berpengalaman malang-melintang dalam peperangan mengamankan berbagai daerah di dalam wilayah kekuasaan Majapahit, sehingga kerajaan kecil dan baru seperti Demak bukanlah ancaman besar bagi mereka.

Kerajaan Demak dan tentaranya beserta para Wali di dalamnya tidak akan pernah mampu menundukkan mereka dan seluruh penguasa di bekas wilayah Majapahit. Tak ada harapan bagi Demak untuk menang, jika dilakukan dengan cara peperangan. Sekalipun para Wali terkenal dengan kesaktian ilmu gaibnya, tetapi kesaktian ilmu gaib para Wali masih jauh di bawah kesaktian mereka dan tidak akan pernah mampu menandingi kesaktian mereka. Bagi mereka, kesaktian ilmu gaib para Wali itu hanyalah permainan anak-anak dan hanya cocok untuk atraksi hiburan bagi rakyat jelata.

Walaupun sebenarnya di mata mereka kerajaan Demak tidak mempunyai dasar legitimasi yang kuat, karena Prabu Brawijaya menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Raden Patah setelah beliau lengser dari keprabuannya, bukan pada saat masih memegang jabatan raja, dan mereka pun masih keturunan raja-raja Majapahit dan mempunyai hak yang sama atas tahta seperti Raden Patah, tetapi demi menghormati junjungan mereka Prabu Brawijaya yang telah menyerahkan kekuasaan kerajaan kepada Raden Patah, mereka tidak menyerang Demak. Tetapi mereka tidak mau tunduk dan menyerahkan janji setia kepada Demak, apalagi tunduk di bawah bayang-bayang kekuasaan para Wali. Mereka memilih kembali ke daerahnya masing-masing menjadi pemimpin kadipaten, kabupaten, kademangan, dsb, dengan membawa serta para prajurit pengikut setia mereka masing-masing.


Maka ketika di dalam suatu persidangan para Wali tidak dapat menjatuhkan Syech Siti Jenar,  para Wali memutuskan akan membawanya ke persidangan lanjutan di hadapan Sultan Demak sebagai hakim tertinggi. Tetapi Syech Siti Jenar menolak dan berkata: "Aku telah mengajarkan apa yang aku anggap benar dan kamu juga tidak dapat menemukan kesalahan di dalam ajaran-ajaranku. Tetapi jika aku menjadi batu sandungan ...... , biarlah aku menghilang dari kehidupan manusia".  Setelah berkata demikian, Syech Siti Jenar bersemadi sesaat, kemudian hilanglah Syech Siti Jenar dari hadapan mereka, moksa, menghilang masuk ke alam gaib bersama dengan raganya. Bersamaan dengan hilangnya tubuh Syech Siti Jenar, terciumlah bau harum semerbak hingga tercium sampai keluar halaman mesjid.


Setelah moksanya Syech Siti Jenar, dengan memimpin sejumlah besar prajurit Demak, para Wali dan Sunan Kudus sebagai panglimanya, memburu dan mendatangi pengikut-pengikut Syech Siti Jenar untuk ditawan dan dibawa ke Demak. Para Wali dan para prajuritnya harus sangat berhati-hati, karena para pengikut Syech Siti Jenar itu banyak yang memiliki kesaktian tinggi, ilmu kesaktian jaman Majapahit, dan bersama dengan para pengawal dan pengikutnya mampu menjungkir-balikkan para Wali dan tentaranya, sehingga para Wali dengan cerdik menggunakan strategi bukan akan menangkap mereka dengan alasan pemberontakan atau pun alasan politik lainnya yang mungkin akan menimbulkan perlawanan dan peperangan, tetapi akan membawa mereka untuk diadili di Demak, sehubungan kesesatan ajaran agama dari Syech Siti Jenar yang mereka anut.

Tetapi Ki Ageng Pengging (Ki Kebo Kenanga) dan banyak tokoh-tokoh lain pengikut Syech Siti Jenar menolak untuk ditawan dan lebih memilih mati, karena mereka yakin pada kebenaran kepercayaan mereka. Mereka mengambil jalan kematian dengan cara memutus nyawa mereka setelah bersemadi sesaat (megat-ruh). Namun sesudah kematian mereka itu, para prajurit Demak kemudian memenggal kepala mereka dan juga membantai habis keluarga mereka sampai kepada anak-anak dan bayi, termasuk juga membantai para pengikut mereka dan keluarganya dan para penduduk di sekitarnya yang mengabdi kepada mereka. Dengan demikian mereka telah menuntaskan "persaingan agama" dan telah menumpas habis benih-benih kerajaan Majapahit yang dapat menjadi bahaya bagi Demak dikemudian hari. Sebuah aksi kekejian politik kekuasaan yang mengatas-namakan agama.

Para Wali dan prajurit Demak kemudian juga menduduki istana kerajaan Majapahit yang telah ditinggalkan oleh Prabu Brawijaya. Berbagai macam benda pusaka kerajaan Majapahit dibawa ke Demak, termasuk sepasang keris Nagasasra dan Sabuk Inten yang menjadi lambang kebesaran kerajaan Majapahit, tetapi naskah-naskah sastra dan keagamaan lama dimusnahkan dan tempat-tempat ibadah di lingkungan istana dihancurkan. Dalam perjalanan kembali ke Demak pun banyak candi dan situs-situs keagamaan yang dirusak.

Dalam penaklukkan-penaklukkan berikutnya oleh pasukan Demak yang dipimpin oleh para Wali terhadap bekas wilayah kerajaan Majapahit, kadipaten dan kabupaten dan wilayah-wilayah yang menerima pengaruh ajaran Syech Siti Jenar, selalu disertai dengan pembunuhan besar-besaran sampai kepada anak-anak dan bayi, sehingga terjadi pengungsian besar-besaran rakyat yang berusaha menyelamatkan diri. Sebagian besar mengungsi ke pelosok-pelosok, hutan dan ke gunung-gunung. Sebagian orang kaya dan keluarga bangsawan mengungsi sampai ke pulau Bali. Ribuan nyawa telah melayang menjadi tumbal ambisi kekuasaan mereka.
Disarikan dari :
https://sites.google.com/site/thomchrists/

Rabu, 15 Mei 2013

Gajah Mada dan Majapahit

Kerajaan Singasari adalah kerajaan pendahulu dari kerajaan Majapahit. Kerajaan Singasari berhasil mengembangkan wilayah kekuasaannya menjadi sangat luas. Semuanya diperoleh dengan cara mengalahkan / menundukkan kerajaan-kerajaan di wilayahnya masing-masing. Bahkan wilayah kekuasaannya meliputi juga wilayah Kalimantan, Kalimantan Utara (Malaysia), Vietnam, Kamboja dan Laos yang sebagiannya merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Tartar, Mongolia, sehingga kerajaan Tartar merasa tercoreng wajahnya, karena sebagian wilayah kekuasaannya dicaplok oleh Singasari. Terlebih lagi karena utusannya yang dikirim untuk memperingatkan Singasari supaya tunduk kepada Tartar tanpa harus hancur oleh tentaranya, ternyata ditolak dan dipermalukan oleh raja Singasari, Sri Rajasa Kertanegara.

Ketika kerajaan Singasari mengerahkan kekuatannya di laut untuk menghadapi serangan dari bangsa Tartar, ternyata mendapatkan penghianatan dan tusukan dari dalam. Kerajaan Singasari diserang oleh tentara raja kerajaan Gelang-gelang, Jayakatwang, yang adalah raja kecil di bawah Singasari. Bahkan Raja Kertanegara pun tewas dalam serangan tersebut.

Raden Wijaya merintis kembali kejayaan para leluhurnya dengan membangun kerajaan Majapahit. Dengan caranya sendiri para dewa memberikan  'pencerahan'  dan kekuatan kepada Raden Wijaya dan orang-orang yang setia kepadanya. Selain berhasil menipu pasukan Mongol yang datang menyerang, menunggangi pasukan Mongol untuk menyerang dan membunuh raja Jayakatwang, juga mengusir balik tentara Mongol ke negeri asalnya.

Kerajaan Majapahit mencapai kejayaannya di bawah kepemimpinan Gajah Mada sebagai mahapatih, dan rajanya Ratu Tribhuana Tunggadewi, yang menerima wahyu raja yang dulu diterima oleh ayahnya Sri Rajasa Kertanegara, raja terakhir Singasari.

Pada saat penobatan Gajah Mada oleh Ratu Tribhuana Tunggadewi menjadi Mahamantri Mukya Rakryan Mahapatih Amangkubumi Majapahit, sambil menghunus keris lurusnya Surya Panuluh, Gajah Mada bersumpah: "Sira Gajah Mada Patih Amangkubumi tan ayun amuktia palapa. Sira Gajah Mada, lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amuktia palapa".

Artinya: "Aku Gajah Mada Pemangku jabatan Patih tidak akan menikmati palapa. Aku Gajah Mada, setelah mengalahkan nusantara, baru aku akan menikmati palapa, setelah kalah: Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, baru aku akan menikmati palapa".
Palapa adalah kebiasaan nyirih / nginang, yang dilakukan masyarakat jawa dalam kondisi santai, tidak sedang sibuk bekerja. Dalam sumpah itu, palapa dimaksudkan sebagai simbol hidup santai menikmati duniawi. Sesudah wilayah "Nusantara" bersatu di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit, barulah Gajah Mada mau menikmati palapa, hidup santai berhenti bekerja. Dengan sumpahnya itu Gajah Mada menyatakan akan mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, tidak akan hidup santai sebelum sumpahnya terlaksana.

Gurun = Nusa Penida
Seran = Seram
Tanjung Pura = kerajaan Tanjung Pura, Kalimantan Barat.
Haru = Sumatera Utara.
Pahang = Pahang di Semenanjung Melayu
Dompo = Dompu
Bali = Bali
Sunda = kerajaan Sunda
Palembang = Sriwijaya
Tumasik = Singapura.
 

Sumpah Palapa itu sangat menggemparkan para undangan yang hadir dalam pelantikan Gajah Mada sebagai Patih Amangkubumi. Ra Kembar mencemooh Gajah Mada sambil mengejek dan meneriakkan sumpah serapah. Para undangan yang lain pun turut mengejek. Bahkan Jabung Krewes dan Lembu Peteng mentertawainya sampai terpingkal-pingkal. Sumpah Palapa itu dicemooh banyak orang, karena Gajah Mada mengikrarkan penaklukkan suatu wilayah yang luas sekali, sedangkan Majapahit belumlah menjadi kerajaan besar.

Sumpah Tan Ayun Amuktia Palapa itu diucapkan dengan kesungguhan hati oleh Gajah Mada, dan kerisnya menjadi saksi
kesungguhan tekadnya. Oleh karena itu dia sangat marah ketika ditertawakan. Kemudian Gajah Mada turun dari paseban dan membunuh Ra Kembar, Arya Warak, Jabung Tarewes, Banyak dan Lembu Peteng yang telah mentertawakan dan mengejeknya habis-habisan. Arya Tadah (Mpu Krewes), mahapatih yang digantikannya, juga dimarahinya.

Semua pejabat kerajaan yang telah mencemooh dirinya ia singkirkan dan digantinya dengan orang-orang pilihannya. Gerakan expansi pun disiapkan.

Expansi ke barat, expansi Pamalayu, dipimpin Senopati Mpu Nala, tentara angkatan laut Majapahit berhasil menaklukkan kerajaan Samudra Pasai, Jambi, Palembang, Swarnabhumi (Sriwijaya), Tamiang dan negeri-negeri lain di Swarnadwipa (Sumatera). Kemudian juga Langkasuka, Kelantan, Kedah, Selangor, Pulau Bintan, Tumasik (Singapura) dan Semenanjung Malaka.

Selanjutnya kapal-kapal perang Majapahit mendarat di Tanjungpura, menundukkan Sambas, Banjarmasin, Pasir, Kutai dan sejumlah negeri seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga),
Lawai, Kotawaringin, Kandangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung. Tanjungkutei dan Malano.

Seluruh penguasa Sumatera, Kalimantan dan pulau-pulau di sekitarnya berhasil ditaklukkan Majapahit hanya dalam waktu tujuh tahun setelah Sumpah Palapa dikumandangkan.

Kemudian gerakan expansi dilaksanakan ke timur dan berhasil menaklukkan kerajaan Bedahulu (Bali) dan Lombok. Expansi dilanjutkan ke timur lagi hingga menaklukkan Logajah, Gurun, Seram, Hutankadali, Sasak. Makasar, Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Sumbawa Muara (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Seram Ambon, Timor dan Dompo. Seluruh penguasa wilayah timur nusantara berhasil ditaklukkan, termasuk pulau Irian (Papua), Sangir Talaud dan beberapa wilayah Filipina bagian selatan.
Di bawah kerajaan Majapahit, wilayah kekuasaan Singasari dahulu diperluas lagi menjadi wilayah yang sekarang dikenal sebagai wilayah nusantara. Bahkan kerajaan Sriwijaya di Palembang, yang adalah kerajaan terkuat di wilayah barat, berhasil dikalahkannya, sehingga panji-panji kebesaran Majapahit berkibar di seluruh nusantara. Walaupun kerajaan Majapahit tidak secara nyata menguasai daratan dan lautan, tetapi kerajaan-kerajaan yang menjadi penguasanya berhasil ditundukkannya. Pasukan Mongol pun, yang beberapa kali dikirim untuk menyerang Majapahit, berhasil diusir kembali.

Dalam expansi-expansi itu, kerajaan Majapahit sangat mengandalkan Mpu Nala, panglima angkatan laut Majapahit, seorang perwira tinggi berusia muda yang tandange nggegirisi.  Kehebatannya bertempur di lautan tidak diragukan lagi, hingga negeri-negeri yang memiliki angkatan laut kuat seperti Swarna Dwipa, Dharma Sraya dan Tumasek pun mengakuinya. Setelah wilayah-wilayah nusantara ditaklukkan, Mpu Nala menempatkan kapal-kapal perangnya di lima titik penting perairan nusantara untuk mengantisipasi datangnya pasukan kerajaan Negeri Atap Langit, Mongol.

Sumpah Tan Ayun
Amuktia Palapa berhasil diwujudkan oleh Gajah Mada. Dia juga berhasil menaikkan wibawa raja di mata rakyatnya, mewujudkan figur raja jawa yang tergambar dalam filosofi manunggaling kawula lan gusti, manunggalnya rakyat dan rajanya, dimana rakyat menjunjung tinggi raja sesembahannya dan raja mengayomi rakyatnya. Juga para penguasa daerah di jawa timur dan jawa tengah, kadipaten dan kabupaten, menjunjung tinggi dan menyatu dengan kebesaran kerajaan Majapahit, sehingga meniadakan hasrat untuk memberontak. Semuanya menyatu di bawah panji-panji Majapahit.
Rahasia kejayaan Singasari dan Majapahit ini bukan hanya terletak pada kekuatan ketentaraan dan kesaktian personilnya, tetapi juga kesaktian dari keris-keris sakti mereka. Dalam menaklukkan kerajaan-kerajaan dan negeri-negeri jajahannya, mereka bukan hanya berhadapan dengan bala tentara kerajaan lawan, tetapi juga rakyat sipil, tokoh-tokoh sakti dunia persilatan dan para pendekar setempat yang terpanggil untuk membela negerinya. Mereka bukan hanya menghadapi kekuatan kesaktian kanuragan manusia, tetapi juga segala macam kesaktian gaib, serangan gaib dan keilmuan gaib para musuhnya. Dan untuk mengalahkan segala bentuk kesaktian itu, selain digunakan kekuatan kesaktian dari diri sendiri, juga digunakan kesaktian dari keris-keris mereka.

Pada jaman Kerajaan Singasari, tentara kerajaan mendapatkan pelajaran resmi gerakan silat keprajuritan berdasarkan gerakan banteng dan macan (/singa).

Di dalam formasi bertahan atau menyerang, gerakan bertahan dan menyerang seperti banteng ini, selain menguatkan fisik tentaranya, juga sangat ampuh untuk mengalahkan pasukan lawan, dan sifat-sifat banteng ketaton (banteng marah karena terluka) siap diterapkan dalam kondisi terdesak, tidak ada kata kalah dan mundur, lebih baik sama-sama hancur.

Gerakan menyerang seperti macan atau singa digunakan pada saat terdesak dan formasinya terpecah. Para prajurit membentuk kelompok-kelompok kecil seperti sekawanan singa dan melakukan serangan seperti macan mengamuk.

Dengan banyaknya jumlah tentara dan ketangguhan keprajuritannya itu, kerajaan Singasari berhasil menguasai banyak kerajaan di banyak wilayah, bahkan sampai ke tanah seberang, negeri Laos dan Kamboja.
Ilmu kesaktian ketentaraan kerajaan mencapai puncak kejayaannya pada jaman Mahapatih Gajah Mada. Ketentaraan disempurnakan dengan keilmuan yang berdasarkan sifat-sifat gajah, yaitu besar, kuat dan menakutkan (ilmu ini juga diilhami oleh sifat-sifat kesaktian dewa pujaan mereka, Ganesha). Dalam penggunaannya, dengan dilambari kekuatan batin, mereka membuat suara riuh sambil menjejakkan kaki di tanah, sehingga membuat bumi seolah-olah bergetar dan membuat mental pasukan lawan runtuh. Bahkan dengan keilmuan ini pasukan Majapahit tidak hanya dapat melunturkan pengaruh ilmu auman macan pasukan Pasundan, tetapi juga merontokkan mental lawan dan membuat barisannya kacau balau.

Dengan kekuatan ketentaraan ini, kerajaan Majapahit berjaya mengembangkan kekuasaannya bukan hanya ke utara seperti jaman Singasari, tetapi juga ke timur dan ke barat. Bahkan Sriwijaya, kerajaan terkuat di wilayah barat pun ditaklukannya. Dan pasukan Mongol yang beberapa kali dikirim untuk menaklukkan Majapahit pun berhasil dipukul mundur.

Dengan filosofi ilmu gajah itu Gajah Mada membuat fisik pasukannya menjadi kuat dan bermental baja.  Dia sendiri pun, juga menggunakan untuk dirinya suatu ilmu yang disebut ilmu gajah atau ilmu lembu sekilan, suatu ilmu untuk memadatkan kekuatan batin dan tenaga dalam menjadi setebal sejengkal dari tubuhnya,
menjadikannya berkekuatan besar dan berkesaktian tinggi, yang membuat tubuhnya kuat dan tak dapat dikenai pukulan dan segala macam senjata tajam dan pusaka, suatu jenis ilmu kesaktian kekuatan dan pertahanan tubuh yang didasari filosofi gajah yang berbadan besar, kuat dan berkulit tebal, yang menjadikannya tak terkalahkan dalam setiap pertarungan.

Dari : Javaneese 2000
https://sites.google.com/site/thomchrists/