adsense

Rabu, 15 Mei 2013

Gajah Mada dan Majapahit

Kerajaan Singasari adalah kerajaan pendahulu dari kerajaan Majapahit. Kerajaan Singasari berhasil mengembangkan wilayah kekuasaannya menjadi sangat luas. Semuanya diperoleh dengan cara mengalahkan / menundukkan kerajaan-kerajaan di wilayahnya masing-masing. Bahkan wilayah kekuasaannya meliputi juga wilayah Kalimantan, Kalimantan Utara (Malaysia), Vietnam, Kamboja dan Laos yang sebagiannya merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Tartar, Mongolia, sehingga kerajaan Tartar merasa tercoreng wajahnya, karena sebagian wilayah kekuasaannya dicaplok oleh Singasari. Terlebih lagi karena utusannya yang dikirim untuk memperingatkan Singasari supaya tunduk kepada Tartar tanpa harus hancur oleh tentaranya, ternyata ditolak dan dipermalukan oleh raja Singasari, Sri Rajasa Kertanegara.

Ketika kerajaan Singasari mengerahkan kekuatannya di laut untuk menghadapi serangan dari bangsa Tartar, ternyata mendapatkan penghianatan dan tusukan dari dalam. Kerajaan Singasari diserang oleh tentara raja kerajaan Gelang-gelang, Jayakatwang, yang adalah raja kecil di bawah Singasari. Bahkan Raja Kertanegara pun tewas dalam serangan tersebut.

Raden Wijaya merintis kembali kejayaan para leluhurnya dengan membangun kerajaan Majapahit. Dengan caranya sendiri para dewa memberikan  'pencerahan'  dan kekuatan kepada Raden Wijaya dan orang-orang yang setia kepadanya. Selain berhasil menipu pasukan Mongol yang datang menyerang, menunggangi pasukan Mongol untuk menyerang dan membunuh raja Jayakatwang, juga mengusir balik tentara Mongol ke negeri asalnya.

Kerajaan Majapahit mencapai kejayaannya di bawah kepemimpinan Gajah Mada sebagai mahapatih, dan rajanya Ratu Tribhuana Tunggadewi, yang menerima wahyu raja yang dulu diterima oleh ayahnya Sri Rajasa Kertanegara, raja terakhir Singasari.

Pada saat penobatan Gajah Mada oleh Ratu Tribhuana Tunggadewi menjadi Mahamantri Mukya Rakryan Mahapatih Amangkubumi Majapahit, sambil menghunus keris lurusnya Surya Panuluh, Gajah Mada bersumpah: "Sira Gajah Mada Patih Amangkubumi tan ayun amuktia palapa. Sira Gajah Mada, lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amuktia palapa".

Artinya: "Aku Gajah Mada Pemangku jabatan Patih tidak akan menikmati palapa. Aku Gajah Mada, setelah mengalahkan nusantara, baru aku akan menikmati palapa, setelah kalah: Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, baru aku akan menikmati palapa".
Palapa adalah kebiasaan nyirih / nginang, yang dilakukan masyarakat jawa dalam kondisi santai, tidak sedang sibuk bekerja. Dalam sumpah itu, palapa dimaksudkan sebagai simbol hidup santai menikmati duniawi. Sesudah wilayah "Nusantara" bersatu di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit, barulah Gajah Mada mau menikmati palapa, hidup santai berhenti bekerja. Dengan sumpahnya itu Gajah Mada menyatakan akan mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, tidak akan hidup santai sebelum sumpahnya terlaksana.

Gurun = Nusa Penida
Seran = Seram
Tanjung Pura = kerajaan Tanjung Pura, Kalimantan Barat.
Haru = Sumatera Utara.
Pahang = Pahang di Semenanjung Melayu
Dompo = Dompu
Bali = Bali
Sunda = kerajaan Sunda
Palembang = Sriwijaya
Tumasik = Singapura.
 

Sumpah Palapa itu sangat menggemparkan para undangan yang hadir dalam pelantikan Gajah Mada sebagai Patih Amangkubumi. Ra Kembar mencemooh Gajah Mada sambil mengejek dan meneriakkan sumpah serapah. Para undangan yang lain pun turut mengejek. Bahkan Jabung Krewes dan Lembu Peteng mentertawainya sampai terpingkal-pingkal. Sumpah Palapa itu dicemooh banyak orang, karena Gajah Mada mengikrarkan penaklukkan suatu wilayah yang luas sekali, sedangkan Majapahit belumlah menjadi kerajaan besar.

Sumpah Tan Ayun Amuktia Palapa itu diucapkan dengan kesungguhan hati oleh Gajah Mada, dan kerisnya menjadi saksi
kesungguhan tekadnya. Oleh karena itu dia sangat marah ketika ditertawakan. Kemudian Gajah Mada turun dari paseban dan membunuh Ra Kembar, Arya Warak, Jabung Tarewes, Banyak dan Lembu Peteng yang telah mentertawakan dan mengejeknya habis-habisan. Arya Tadah (Mpu Krewes), mahapatih yang digantikannya, juga dimarahinya.

Semua pejabat kerajaan yang telah mencemooh dirinya ia singkirkan dan digantinya dengan orang-orang pilihannya. Gerakan expansi pun disiapkan.

Expansi ke barat, expansi Pamalayu, dipimpin Senopati Mpu Nala, tentara angkatan laut Majapahit berhasil menaklukkan kerajaan Samudra Pasai, Jambi, Palembang, Swarnabhumi (Sriwijaya), Tamiang dan negeri-negeri lain di Swarnadwipa (Sumatera). Kemudian juga Langkasuka, Kelantan, Kedah, Selangor, Pulau Bintan, Tumasik (Singapura) dan Semenanjung Malaka.

Selanjutnya kapal-kapal perang Majapahit mendarat di Tanjungpura, menundukkan Sambas, Banjarmasin, Pasir, Kutai dan sejumlah negeri seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga),
Lawai, Kotawaringin, Kandangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung. Tanjungkutei dan Malano.

Seluruh penguasa Sumatera, Kalimantan dan pulau-pulau di sekitarnya berhasil ditaklukkan Majapahit hanya dalam waktu tujuh tahun setelah Sumpah Palapa dikumandangkan.

Kemudian gerakan expansi dilaksanakan ke timur dan berhasil menaklukkan kerajaan Bedahulu (Bali) dan Lombok. Expansi dilanjutkan ke timur lagi hingga menaklukkan Logajah, Gurun, Seram, Hutankadali, Sasak. Makasar, Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Sumbawa Muara (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Seram Ambon, Timor dan Dompo. Seluruh penguasa wilayah timur nusantara berhasil ditaklukkan, termasuk pulau Irian (Papua), Sangir Talaud dan beberapa wilayah Filipina bagian selatan.
Di bawah kerajaan Majapahit, wilayah kekuasaan Singasari dahulu diperluas lagi menjadi wilayah yang sekarang dikenal sebagai wilayah nusantara. Bahkan kerajaan Sriwijaya di Palembang, yang adalah kerajaan terkuat di wilayah barat, berhasil dikalahkannya, sehingga panji-panji kebesaran Majapahit berkibar di seluruh nusantara. Walaupun kerajaan Majapahit tidak secara nyata menguasai daratan dan lautan, tetapi kerajaan-kerajaan yang menjadi penguasanya berhasil ditundukkannya. Pasukan Mongol pun, yang beberapa kali dikirim untuk menyerang Majapahit, berhasil diusir kembali.

Dalam expansi-expansi itu, kerajaan Majapahit sangat mengandalkan Mpu Nala, panglima angkatan laut Majapahit, seorang perwira tinggi berusia muda yang tandange nggegirisi.  Kehebatannya bertempur di lautan tidak diragukan lagi, hingga negeri-negeri yang memiliki angkatan laut kuat seperti Swarna Dwipa, Dharma Sraya dan Tumasek pun mengakuinya. Setelah wilayah-wilayah nusantara ditaklukkan, Mpu Nala menempatkan kapal-kapal perangnya di lima titik penting perairan nusantara untuk mengantisipasi datangnya pasukan kerajaan Negeri Atap Langit, Mongol.

Sumpah Tan Ayun
Amuktia Palapa berhasil diwujudkan oleh Gajah Mada. Dia juga berhasil menaikkan wibawa raja di mata rakyatnya, mewujudkan figur raja jawa yang tergambar dalam filosofi manunggaling kawula lan gusti, manunggalnya rakyat dan rajanya, dimana rakyat menjunjung tinggi raja sesembahannya dan raja mengayomi rakyatnya. Juga para penguasa daerah di jawa timur dan jawa tengah, kadipaten dan kabupaten, menjunjung tinggi dan menyatu dengan kebesaran kerajaan Majapahit, sehingga meniadakan hasrat untuk memberontak. Semuanya menyatu di bawah panji-panji Majapahit.
Rahasia kejayaan Singasari dan Majapahit ini bukan hanya terletak pada kekuatan ketentaraan dan kesaktian personilnya, tetapi juga kesaktian dari keris-keris sakti mereka. Dalam menaklukkan kerajaan-kerajaan dan negeri-negeri jajahannya, mereka bukan hanya berhadapan dengan bala tentara kerajaan lawan, tetapi juga rakyat sipil, tokoh-tokoh sakti dunia persilatan dan para pendekar setempat yang terpanggil untuk membela negerinya. Mereka bukan hanya menghadapi kekuatan kesaktian kanuragan manusia, tetapi juga segala macam kesaktian gaib, serangan gaib dan keilmuan gaib para musuhnya. Dan untuk mengalahkan segala bentuk kesaktian itu, selain digunakan kekuatan kesaktian dari diri sendiri, juga digunakan kesaktian dari keris-keris mereka.

Pada jaman Kerajaan Singasari, tentara kerajaan mendapatkan pelajaran resmi gerakan silat keprajuritan berdasarkan gerakan banteng dan macan (/singa).

Di dalam formasi bertahan atau menyerang, gerakan bertahan dan menyerang seperti banteng ini, selain menguatkan fisik tentaranya, juga sangat ampuh untuk mengalahkan pasukan lawan, dan sifat-sifat banteng ketaton (banteng marah karena terluka) siap diterapkan dalam kondisi terdesak, tidak ada kata kalah dan mundur, lebih baik sama-sama hancur.

Gerakan menyerang seperti macan atau singa digunakan pada saat terdesak dan formasinya terpecah. Para prajurit membentuk kelompok-kelompok kecil seperti sekawanan singa dan melakukan serangan seperti macan mengamuk.

Dengan banyaknya jumlah tentara dan ketangguhan keprajuritannya itu, kerajaan Singasari berhasil menguasai banyak kerajaan di banyak wilayah, bahkan sampai ke tanah seberang, negeri Laos dan Kamboja.
Ilmu kesaktian ketentaraan kerajaan mencapai puncak kejayaannya pada jaman Mahapatih Gajah Mada. Ketentaraan disempurnakan dengan keilmuan yang berdasarkan sifat-sifat gajah, yaitu besar, kuat dan menakutkan (ilmu ini juga diilhami oleh sifat-sifat kesaktian dewa pujaan mereka, Ganesha). Dalam penggunaannya, dengan dilambari kekuatan batin, mereka membuat suara riuh sambil menjejakkan kaki di tanah, sehingga membuat bumi seolah-olah bergetar dan membuat mental pasukan lawan runtuh. Bahkan dengan keilmuan ini pasukan Majapahit tidak hanya dapat melunturkan pengaruh ilmu auman macan pasukan Pasundan, tetapi juga merontokkan mental lawan dan membuat barisannya kacau balau.

Dengan kekuatan ketentaraan ini, kerajaan Majapahit berjaya mengembangkan kekuasaannya bukan hanya ke utara seperti jaman Singasari, tetapi juga ke timur dan ke barat. Bahkan Sriwijaya, kerajaan terkuat di wilayah barat pun ditaklukannya. Dan pasukan Mongol yang beberapa kali dikirim untuk menaklukkan Majapahit pun berhasil dipukul mundur.

Dengan filosofi ilmu gajah itu Gajah Mada membuat fisik pasukannya menjadi kuat dan bermental baja.  Dia sendiri pun, juga menggunakan untuk dirinya suatu ilmu yang disebut ilmu gajah atau ilmu lembu sekilan, suatu ilmu untuk memadatkan kekuatan batin dan tenaga dalam menjadi setebal sejengkal dari tubuhnya,
menjadikannya berkekuatan besar dan berkesaktian tinggi, yang membuat tubuhnya kuat dan tak dapat dikenai pukulan dan segala macam senjata tajam dan pusaka, suatu jenis ilmu kesaktian kekuatan dan pertahanan tubuh yang didasari filosofi gajah yang berbadan besar, kuat dan berkulit tebal, yang menjadikannya tak terkalahkan dalam setiap pertarungan.

Dari : Javaneese 2000
https://sites.google.com/site/thomchrists/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar